"Aku Dikomentari Maka Aku Ada"


Saya baru saja blogwalking ke beberapa blog. Sepertinya sedang ada polemik menarik. Ah, bukan polemik. Ini diskusi. Polemik mengandaikan perseteruan. Biasanya tegang, panas. Kadang berakhir di pengadilan. Diskusi tidak. Ia mengisyaratkan kemauan berbagi. Memberi dan menerima. Saling mendengar. Tidak ada yang lebih benar. Kalau sekedar berbeda pandang, itu sangat jamak.

Wis umum, kata kawan saya.

Diskusi terhangat menyoal pentingnya komentar.

Dari diskusi itu saya tahu seorang kawan meresahkan mengapa blognya tidak mengundang komentar. Ia mengeluh mengapa jumlah pengunjung blognya tidak pernah menembus angka 10. Padahal ia sudah mati-matian menulis. Juga sudah mempermak blognya seindah mungkin. Ia bilang ingin seperti si A, atau si B, yang angka pengunjung blognya selalu ratusan. Kawan saya setengah putus asa.

Seorang kawan lain menulis bagaimana tips menarik banyak komentar. Ia punya masalah yang sama: miskin pengunjung. Padahal ia pun sudah berkeringat menulis. Juga mendesain blognya dengan cantik. Memasang berbagai aksesoris. Menambah foto. Bahkan meninggalkan jejak ke sejumlah blog lain. Harapannya, tentu ada kunjungan balik. Tetapi blog kawan saya ini tetap sepi-sepi saja.

Seorang kawan yang lain menulis tidak peduli dengan ada tidaknya komentar. Yang penting menulis. Ya, menulis dan menulis. Jika ada yang membaca, syukur. Jika tidak ada yang membaca pun alhamdulillah. Tetap bersyukur. Tetapi blognya memang benar, alhamdulillah, sepi komentar.

Lalu seorang kawan lain beranjak lebih jauh. Ia mempersoalkan mengapa ada blog yang banjir komentar dan ada blog yang kekeringan komentar. Ia bilang blog seleb selalu banjir komentar. Sementara blog kebanyakan, seperti miliknya, selalu kekeringan komentar. Ia merasa ada ketimpangan antara blog seleb dan blog kebanyakan. Blog seleb? Ya, ini istilah kawan-kawan saya untuk menyebut blog milik bloggers yang punya nama, terkenal, atau dikenal banyak orang. Biasanya blog seleb lebih banyak dikunjungi dan dikomentari ketimbang blog kebanyakan.

Diakhir postingnya kawan saya menggugat mengapa blog seleb, seperti halnya kehidupan para seleb di dunia nyata, selalu lebih bersinar.

Saya terkesima.

Ada benarnya.

Jujur, saya baru tersadar jika komentar adalah soal penting di dunia blogosphere. Selama ini saya tidak tahu. Mungkin karena masih baru. Mungkin karena usia saya baru 2 bulan.

Tetapi diam-diam saya bertanya-tanya, kenapa komentar menjadi begitu penting di dunia blogosphere?

Tentu banyak jawaban. Setiap orang punya hak menjawab, bukan? Jadi pasti ada seribu satu jawaban dari seribu satu orang. Tetapi hemat saya dibalik setiap jawaban itu pasti ada benang merah. Paling tidak tersirat.

Akhirnya saya sampai pada satu kesimpulan: komentar adalah bukti eksistensi diri. Ya, bukti keberadaan.

Memang tidak enak mengakui ini. Tetapi benar, rasanya sedih bila keberadaan kita di dunia blogosphere tidak diketahui orang lain. Paling tidak, ketika memilih menulis di blog, kita sadar bahwa ia adalah domain publik. Bukan domain privat. Sewajarnya jika orang berharap tulisannya akan dibaca banyak orang. Beda soal jika kita menulis di buku harian, di PC atau di PDA pribadi. Itulah mengapa sebagian kita resah dan gelisah ketika tak ada seorang pun yang mengunjungi blog kita. Keberadaan kita di dunia blogosphere seolah tidak diakui. Lalu kita merajuk. Patah arang.

Padahal sebenarnya kita tidak perlu malu mengakui. Juga tidak perlu merasa bersalah.

Apalagi berapologi.

Ini manusiawi kok.

Kita butuh diakui.

Karena itu, hemat saya, wajar jika komentar jadi krusial. Dengan adanya komentar, kita mahfum bahwa orang lain tahu akan keberadaan kita. Kita senang dikomentari. Kita senang telah diakui sebagai bagian dunia blogosphere.

Soal eksistensi diri ini saya jadi ingat Descartes, seorang filsuf Perancis. Ia dikenal sebagai Bapak Rasionalisme Modern. Ia punya adagium begini: Cogito ergo sum. Terjemahannya: Aku berpikir maka aku ada. Descartes bilang bahwa manusia baru bisa menyadari keberadaannya jika ia berpikir bahwa ia ada. Jika ia tidak berpikir bahwa ia ada, secara logika, sebenarnya keberadaannya tidak ada. Membingungkan? Semoga tidak.

Lalu saya ingat salah satu milis. Ini milis mantan mahasiswa dan yang pernah kuliah (meski tidak selesai) di Fakultas Filsafat UGM. Moderatornya Yayan Sophian. Mungkin ada yang kenal. Nama milis ini: Aku Online Maka Aku Ada. Disingkat AOMAA. Dengan sadar milis ini memproklamirkan sebuah cara keberadaan baru: keberadaan Anda hanya diakui jika Anda online di dunia internet. Jika tidak, maka Anda dianggap tidak pernah ada.

Mungkin dianggap hilang. Atau sudah mati. Ah, kasihan benar nasib Anda.

Akhirnya, demi mengukuhkan eksistensi kita di dunia blogosphere, barangkali memang perlu diciptakan adagium baru: "Aku Dikomentari Maka Aku Ada."

Bagaimana?

Saya permisi dulu.

(Gambar diambil dari situs Wikipedia)

Medhy Aginta Hidayat

Artikel ini bermanfaat untuk Anda? Klik disini untuk berlangganan Blogguebo.

Tulisan yang relevan dengan posting ini:
"Klik Klik Klik Dapat Duit?"
Blog Yang Layak Kunjung
Monetisasi Blog Anda: (3) Program Paid-to-Affiliate

0 comments:

Post a Comment