Maku-Donarudo dan Biitoruzu


Setiap bahasa punya keunikan. Kita sering bilang bahasa Indonesia itu mudah. Ia tidak kenal tenses. Ia tidak kenal sex differences. Kalimat: "Ia pergi ke Surabaya", bisa punya arti banyak. "Ia", boleh jadi laki-laki, boleh jadi perempuan. "Pergi ke Surabaya", boleh jadi kemarin, sekarang atau besok, atau tahun depan.

Gampang.

Momok ketika belajar bahasa Inggris adalah tenses. Lalu kita bilang bahasa Inggris itu susah.

Padahal buat orang Inggris, bahasa mereka sangat mudah.

Buat orang asing, bahasa Indonesia justru susah. Pertama, sulit membedakan laki-laki atau perempuan. Kedua, sulit menebak kapan suatu tindakan dilakukan. Ketiga, terlalu banyak bentukan awalan-sisipan-akhiran. Dalam bahasa Inggris, misalnya, awalan-sisipan-akhiran tidak dikenal.

Bahasa Jepang lain lagi.

Tentu, buat orang Jepang bahasa mereka mudah. Tapi buat kita, bahasa Jepang sungguh tidak mudah. Struktur kalimat Nihongo, atau bahasa Jepang, berbeda dengan bahasa Indonesia atau Inggris. Kita bilang "Saya baca buku." Orang Inggris bilang "I read a book." Orang Jepang bilang "(Watashi wa) hon o yomimasu". Terjemahannya: "(Saya) buku baca." (Saya) seringkali dihilangkan. Predikat di akhir kalimat. Jadi berkebalikan dengan bahasa Indonesia (dan bahasa Inggris).

Semakin susah karena bahasa Jepang menggunakan 3 huruf sekaligus: Hiragana, Katakana dan Kanji. Yang terakhir ini sama dengan huruf China.

Jadi bahasa memang unik.

Yang menarik, bahasa Jepang mengenal kata-kata serapan dari bahasa asing yang ditulis secara khusus. Katakana adalah huruf Jepang yang dipergunakan khusus untuk menulis kata-kata serapan. Misalnya nama orang, nama merek, nama tempat, atau nama benda yang mentah-mentah diadopsi dari bahasa asing.

Persoalannya, bahasa Jepang tidak mengenal huruf konsonan di akhir kalimat. Semua diakhiri dengan huruf hidup. Satu lagi, orang Jepang sulit melafalkan huruf "L". Ingat kan, iklan salah satu produk minuman suplemen dengan keyword "Ruaarrr biasaa!!

Jadinya, banyak kata serapan yang menjadi lucu ketika dilafalkan dalam bahasa Jepang. Iseng-iseng saya catat beberapa contohnya:

McDonalds menjadi Maku-Donarudo
Hamburger menjadi Hanbaagaa
Adidas menjadi Adidasu
Italia menjadi Itaria
Sandwich menjadi Sandoichi
Mike Miller menjadi Maiku Miraa
Bali menjadi Bari
Taxi menjadi Takusi
Christmas menjadi Kurisumasu
Classic menjadi Kurasiiku
Instant menjadi Insutanto
Beer menjadi Biiru
Test menjadi Tesuto
Email menjadi Imeeru
Tenis menjadi Tenisu
Hotel menjadi Hoteru
Pamphlet menjadi Panfureito
Golf menjadi Gorufu
System menjadi Sisutemu
Group menjadi Guruufu
Coat menjadi Kooto
Speech menjadi Supiichi
Meter menjadi Meetoru
Beatles menjadi Biitoruzu

Bahasa memang unik. Kadang lucu.

Tetapi, hemat saya, soal beda budaya tidak untuk ditakar baik-buruk. Menenggang perbedaan, itulah seninya.

Medhy Aginta Hidayat

Artikel ini bermanfaat untuk Anda? Klik disini untuk berlangganan Blogguebo.

Tulisan yang relevan dengan posting ini:
Yamamba dan Perlawanan Budaya
Shinto, Genze Riyaku dan Azimat
Mari Melahirkan Anak di Jepang

0 comments:

Post a Comment