Hari-Hari Musim Dingin di Kyoto


Hari ini 15 Desember 2006

Tidak terasa sudah tanggal 15 Desember. Setengah bulan lagi tahun berganti. 2007. Usia bertambah. Jatah hidup di dunia berkurang.

Oh, betapa cepat waktu melesat.

Hari ini aku agak punya waktu duduk di depan laptop. Besok hari Sabtu. Libur akhir pekan. Hari ini tidak banyak aktivitas di kampus. Cuma kuliah. Setelah itu Jumatan. Lalu pulang. Jadi malam ini bisa menulis agak panjang. Bisa menulis blogdiary.

Hari-hari di musim dingin ini mulai terasa biasa. Biasa? Ya, aku mulai terbiasa dengan suhu 5-10 derajat Celcius. Terbiasa dengan pakaian bertumpuk-tumpuk. Terbiasa dengan jaket tebal. Terbiasa dengan kaos tangan dan penutup kepala. Terbiasa dengan lipgloss di bibir. Terbiasa mandi air hangat. Terbiasa dengan uap air yang keluar dari mulut setiap bernafas.

Aku orang Indonesia. Sebuah negeri tropis yang tidak mengenal salju. Rasa dingin yang kadang mengiris tulang di sini, kadang merepotkan. Butuh waktu buatku untuk menyesuaikan irama hawa tubuh. Enam tahun yang lalu aku tinggal di Nagoya selama setahun. Tapi Nagoya tidak sedingin Kyoto. Salju pun tidak sebanyak di Kyoto. Namun musim dingin, dimanapun akan selalu menjadi pengalaman baru untuk orang Indonesia sepertiku.

Sebenarnya aku suka musim dingin. Justru karena aku orang dari sebuah negeri tropis. Musim panas, musim gugur, musim semi, rasanya tidak jauh berbeda dengan musim kemarau dan penghujan di Indonesia. Ya, benar, tentu hawa dan derajat suhu berbeda. Di Jepang lebih dingin. Di negeri kita lebih panas. Namun ketiga musim tersebut tidak ekstrim berbeda dengan musim di Indonesia, bukan? Musim dingin, sungguh ekstrim perbedaannya. Suhu dibawah nol, dingin yang menghantam tulang, hamparan putih salju kemanapun mata memandang, semuanya sungguh berbeda. Musim dingin juga menceritakan gaya berpakaian yang khas, makanan yang khas, olahraga yang khas, dan cara mengisi waktu luang yang juga khas dan tidak kita kenal di Indonesia. Sungguh sebuah pengalaman baru yang menantang.

Aku melihat di Kyoto, seperti halnya di kota lain di Jepang, gaya berpakaian sangat atraktif. Sebentar, aku jadi ingat Harajuku Style. Ini adalah sebuah cara berpakaian anak-anak muda di distrik Harajuku, sebuah pusat youth culture di Tokyo. Cara mereka berpakaian sering menabrak kode-kode fashion yang jamak. Model, desain, tekstur, cutting, dan warna mereka buat main-main. Tidak ada yang baku dalam berpakaian. Kebebasan berekspresi jadi Tuhan. Dari Harajuku, cara berpakaian ini menyebar ke penjuru dunia. Di Indonesia, group musik duo Ratu dan presenter Indra Bekti adalah contoh penganut Harajuku Style. Aku sangsi apakah selain artis, remaja Indonesia berani menganut gaya Harajuku di keseharian mereka.

Di musim dingin gaya berpakaian di Jepang tetap atraktif. Pakem berpakaian tetap ditabrak. Jangan kaget jika di suhu nol derajat Celcius, ada saja gadis Jepang yang ber-rok mini dan T-Shirt. Atau yang cowok hanya ber-jeans dan T-Shirt plus full zip vest. Fungsi, buat mereka nampaknya urusan kesekian. Yang penting gaya. Yang utama tampil beda. Khusus untuk sebagian besar wanita Jepang, cara dan gaya berpakaian adalah segalanya. Budget besar dikeluarkan. Trend terbaru dikejar.

Sebagian besar wanita Jepang yang lain tampil dengan baju tebal dan segala pernik-permiknya. Nyaris tidak ada yang tampil biasa-biasa. Beragam mantel, dengan model coat, cardigan, rib turtleneck atau knitting dengan bahan wool, fur, fleece maupun leather berebut perhatian di jalanan. Ya, fashion street di Jepang sungguh hidup, riang dan berwarna. Seorang kawan dari Perancis, pusaran mode dunia, pun mengakui betapa menariknya catwalk jalanan di Jepang.

Selain gaya berpakaian, musim dingin menjanjikan cerita soal keindahan alam. Aku paling suka melihat jatuhnya salju dari jendela di senjakala. Begitu romatis. Semuanya putih. Putih bersih. Aku sering mengkhayal sedang berada di Negeri di Awan. Di Nagano, enam tahun yang lalu, aku melihat hamparan putih sangat luas di lereng gunung tempat bermain ski. Sangat indah.

Pengalaman-pengalaman seperti itu memperkaya batin.

Aku bersyukur, disebagian hidupku aku pernah mengalami banyak hal indah. Salah satunya hidup di Jepang. Banyak hal yang aku pelajari soal bagaimana menghargai kehidupan disini.

Libur musim dingin 23 Desember 2006 sampai 4 Januari 2007. Minggu depan kelas terakhir. Aku belum tahu mau liburan kemana. Belum ada rencana apa-apa. Mungkin malah cuma di asrama. Di kamar. Menulis.

Sudah jam 10.56. Di Indonesia jam 8.56. Aku ingin telepon Mama dan Izam.

Entah kenapa tiba-tiba aku kangen mereka. I miss them much.

Medhy Aginta Hidayat

Artikel ini bermanfaat untuk Anda? Klik disini untuk berlangganan Blogguebo.

Tulisan yang relevan dengan posting ini:
Nothing Special

0 comments:

Post a Comment