Akhirnya Berobat ke Semarang

   Tuhan menjawab pergumulanku selama ini. Dia sangat peduli padaku, ketika aku kemarin sudah menyerah dengan berbagai macam prosedur, Dia buka jalan lagi untuk menolong bapakku. 
   
   Setiap kali bapakku tidak menghabiskan makanannya, mengeluh lemas dan pegal-pegal di punggungnya hatiku sangat miris. Jus buah dan jamu yang diminum seakan tidak membantu meredakan sakitnya. Dalam kebingunganku aku berseru kepada Tuhan, usaha apa lagi yang harus kulakukan untuk menolong bapakku. 

   Teringat kembali beberapa tahun yang lalu, sahabatku di Semarang yang pernah menderita TB dan sembuh, bercerita tentang dokter yang menanganinya. Sudah lama dia menganjurkan agar aku membawa bapak ke dokternya. Tapi waktu itu aku masih enggan karena belum ada uang dan harus keluar kota, sementara selama ini pengobatan kami selalu ditanggung pemerintah. Selain itu kondisiku masih belum terlalu fit seperti sekarang, akibat bile refluks yang menyiksaku. Sehingga untuk keluar kota aku masih takut makan sembarangan. 

   Memikirkan transportasi ke Semarang sempat membuat kepalaku pusing. Karena pamanku ternyata tidak bisa mengantar, travel tidak ada yang bisa nyampe ke tujuan kami, tadinya aku berencana menginap di kos adikku dan kami berangkat naik motor gantian pikirku ternyata adikku menyuruh kami naik taxi wah ongkosnya akan membengkak kalau seperti itu. Ah itu bukan ide yang bagus. Aku mencoba browsing cari sewa mobil di internet, dalam kebingunganku itu tiba-tiba ada sms masuk dari pamanku yang mengabarkan kalau hari Selasa baru bisa mengantar, tadinya kami berencana hari Minggu/ Senin berangkat. SMS paman itu melegakanku. Aku bersemangat. 

   Soal biaya, aku mengambil uang di tabunganku hasil menulis kemarin. Dan ga cuma itu aja, tiba-tiba ada teman gereja yang datang ke rumah memberi kami sejumlah uang untuk berobat. Sebentar kemudian ada petugas JNE datang mengirimkan hadiah voucher belanja dari hasil lomba blog kemarin. Disini aku melihat penyertaan Tuhan. Ini memang kehendak Tuhan supaya aku membawa bapak berobat segera. Kalau Tuhan yang suruh, pasti Dia kasih jalan berkatNya. 

   Selasa pagi jam 02.30 aku bangun dan memasak nasi untuk bekal makanku. Jam 04.00 kami berangkat menuju Rembang naik angkutan umum. Ya kami memang sengaja lewat Rembang mengingat jalan Blora-Purwodadi jalannya sedang diperbaiki dan sering macet lama. Kami berjalan ke tempat pemberhentian bus sekitar 50 meter dari rumah. Disana sudah ada sebuah bus yang ngetem. Ada 4 orang termasuk sopir yang ada di dalam bus. Kami harus menunggu beberapa orang lagi untuk berangkat. Perutku terasa mual karena kedinginan, tapi aku berusaha rileks. Setelah bus berangkat, aku merasa agak tenang. 

   Kunikmati perjalanan itu dengan hati yang tenang. Tuhan sedang memberiku damaiNya. Sesekali aku ngemil pisang karena lapar dan nasi yang kubawa belum ada lauknya. Pikirku mau beli lauk dalam perjalanan saja. Selama perjalanan suasana masih tampak gelap, kami melewati hutan dank arena keanginan aku pun masuk angin. Terasanya baru setelah kami sampai Rembang kami turun di TRP Kartini dan pindah ke mobil pamanku. Paman tidak ikut, hanya kami dan sopir pamanku yang naik ke mobil itu. Di mobil perutku semakin mual. Aku mencoba makan pisang lagi tapi pisang itu terasa kecut sehingga lambungku perih sekali. Sampai di Kudus, aku mulai keringat dingin dan muntah-muntah lagi sampai ke Semarang. Bapakku yang sakit itu pun mulai dapat kekuatan baru untuk ganti merawatku. Tubuhku diolesi minyak kayu putih dan aku berbaring di pangkuan bapakku sambil dipijat-pijat terus. Inilah kalau 2 orang sakit saling menguatkan. 

   Sampai di Semarang aku mulai kelaparan hebat, rencana mau makan misoa di Indah Sari Mataram, tapi karena belum matang akhirnya cuma pesan soto. Aku masih tepar di mobil, ga kuat berdiri sehingga pelayan restoran itu yang datang ke mobil bawa semangkuk soto tanpa nasi. Bapak dan sopir makan di dalam restoran. Karena masih terasa mual, aku merasa soto itu jadi hambar. Tapi aku harus makan supaya ada kekuatan. Aku masih berjuang untuk sembuh. Rasanya ga mungkin ketemu dokter dengan kondisi seperti ini sedangkan aku yang harus menemani bapak dan menceritakan semua kronologi keluhan bapakku. Aku harus kuat.

    Setelah selesai makan, kami menuju ke tempat praktek dr. Priyadi di Jl. Sompok Baru 89 Semarang. Lokasinya dari Matahari Java Mall belok ke kiri, ya daerah dekat pasar kambing gtlah. Kami masuk ke dalam dan kulihat sudah banyak pasien mengantri disana. Aku mendaftar dan mengisi formulir pendaftaran pasien. Kami menunggu panggilan. 

   Yang menarik disana ketika aku sedang mengantri, kulihat ada sekumpulan pasien difabel dan autis mengantri juga disana. Sepertinya mereka datang rombongan dari sebuah yayasan. Ada 2 orang pemuda pemudi yang mengawal mereka. Aku sangat kagum pada dua anak muda ini. Entah siapa dan dari yayasan mana mereka itu. Sepertinya itu check up rutin. Salah satu anak autisnya berteriak-teriak ga jelas disampingku dan kadang ia mengamuk karena bukunya diambil temannya. 

   Beberapa saat kemudian, adikku datang dan bapakku dipanggil untuk ditensi, dicek suhu badannya dan ditimbang. Dokter datang dan pasien mulai dipanggil satu persatu sesuai urutan. Bapakku urutan ke-14. Kami sampai di Semarang jam 09.30 dan masuk diperiksa dokter jam 10.15. Dokternya sangat ramah dan komunikatif. Aku merasa nyaman ngobrol dengan dokter Priyadi. Aku menyerahkan hasil rontgen, dan hasil cek darah bapakku serta rujukan dokterku di Blora. Bapakku diperiksa dengan teliti dan dokter menyarankan bapakku untuk diopname dan CT Scan untuk mengetahui apakah ini bekas TB, cenderung TB, atau memang ada benjolan di paru kanannya.

Dokter menulis resep obat ada 4 macam. 
  • Curvit Emulsion Sirup : 3x 1 sdm 
  • Teosal Tablet 4x ½ tab 
  • Codein 10 mg 3x1 
  • Proneuron Metamizole Diazepam 3x1 
   Setelah itu aku ke kasir dan membayar biaya konsultasi Rp.100.000,- Selanjutnya kami menuju ke apotik Sarika Jl. Lampersari 31 Semarang. Disana rame sekali. Aku memberikan resep ke petugasnya dan disuruh menunggu. Setelah dipanggil aku membayar uang obat dan menunggu obatnya lagi. 
   Sementara menunggu, aku membayangkan lagi betapa banyaknya urusan yang harus kuurus. Balik lagi ke Semarang? Dan kali ini harus nginep di rumah sakit? Sedangkan perjalanan tadi saja aku sudah sangat tepar. Bingung melandaku. Belum lagi masalah makan masih jadi problem utama. Kalau ga nginep masih bs bawa bekal. Lah kalau nginep? Aku usir ketakutanku satu per satu. Ah yang penting dijalani saja. Demi bapakku aku harus kuat. Kalau bukan aku siapa lagi. Tepar sehari dua hari ga masalah yang penting bapakku sehat. Semoga ujian ini cepat berlalu. Aku paling paranoid kalau seperti ini. Setelah semua urusan selesai, kami pulang ke Blora. Sampai di rumah aku masih tepar dan langsung tidur.

0 comments:

Post a Comment