Tulisanku di Gado-gado Femina Edisi 23

   Aku pernah ada dalam situasi dimana aku sudah putus asa tidak mau kirim naskah lagi karena sering ditolak. Namun anehnya selalu saja ada teman yang memotivasiku untuk terus menulis. Kali ini motivasi itu datang dari temanku mbak Rebellina Passy. Beliau sudah 2x tembus gado-gado femina. Wow, aku kagum. 

   Aku tidak mau hanya berhenti pada rasa kagum akan seseorang, aku pun juga harus berusaha untuk dikagumi. Karena kekaguman saja tidak akan mengubah apapun kalau kita tidak mau berusaha. Akhirnya aku mencoba untuk menulis hal-hal yang menarik dalam hidupku. 

   Aku menulis 20 naskah dan yang akhirnya diterima malah tulisanku yang ke-9. Aku kirimnya waktu itu 17 Maret 2014 dan aku mendapat kabar kalau tulisanku akan dimuat via email tanggal 8 Mei 2014. Dalam email pemberitahuan itu aku diminta untuk melengkapi surat dan diberi materai Rp.6000 lalu dikirim balik ke admin femina. Pada bulan Juni 2014 (edisi 23 periode tanggal 7-13 Juni 2014) tulisanku nyantol di gado-gado femina berjudul Ayam. Judul aslinya sih Ayam Tetangga, mungkin biar penasaran kali ya dipangkas jadi Ayam aja hihi. 

   Oya asiknya lagi setelah tulisan dimuat, aku juga minta bukti terbit. Masalahnya kemarin mau beli di Blora kagak ada yang jual femina. Harga Majalahnya Rp. 25.000,-. Ok, pada penasaran bagaimana sih cerita Ayam-ku itu? Pada kenyataannya aku sebel banget sama ayam tetanggaku ini, tak kusangka yang membuatku sebel luar biasa malah dimuat. 
kalau kurang jelas bisa baca tulisan dibawah ini / bisa juga pake kaca pembesar hihi..

  Ayam 

Aku juga heran mengapa ayam tetanggaku itu selalu menyerangku. Mungkin ini hukum karma


    Tiap hari aku pergi ke pasar kecil yang terletak di belakang rumah dengan melewati samping rumah tetanggaku. Itu jalan pintas, lebih dekat daripada jika lewat pertigaan jalan raya. 

   Awalnya nyaman-nyaman saja lewat jalan potong ini, hingga kemudian aku merasa terusik dan takut karena tetanggaku itu memelihara seekor ayam yang galak. Ini sungguhan, ayam berbulu lebat berwarna putih itu berperilaku galak. Sorot matanya tajam, seakan mengawasi gerak-gerikku dan selalu bertendensi menyerang dan mematuk. 

   Pagi itu, aku ada keperluan ke pasar. Aku pun mengendap-endap mencari dimana posisi ayam itu berada. “Wah, aman nih. Ayamnya tidak ada.” Merasa situasi aman, aku melangkahkan kaki dengan percaya diri. Namun tiba-tiba, langkahku terhenti, ayam galak itu berdiri persis di depan pintu masuk ke dalam pasar. Seperti seakan mencegat. 

   Aku tidak punya pilihan selain terus maju, karena jika aku berbalik, ayam itu pastu akan mengejar… Jantungku berdegup kencang, aku takut ayam itu akan menyerang. Perlahan-lahan kulangkahkan kaki melewatinya.

    Tetapi sorot matanya yang tajam itu terus mengikuti gerakan kakiku dan… ia pun mematuk kakiku! Tanpa ampun! Aduh… Kuusap kakiku yang terkena patukannya. Paruhnya cukup kuat untuk membuat luka yang lumayan dalam. Aku juga heran mengapa ayam tetanggaku itu selalu menyerangku. Mungkin karena dulu aku suka mengganggu anak ayam peliharaan ibuku. Hukum karma. Padahal, aku hanya gemas melihat anak-anak ayam yang mungil itu. Tetapi rupanya, induknya tidak suka, ia marah dan menyerangku. 

   Rupanya ada dendam kambuhan antara para ayam denganku, termasuk si ayam tetangga. Suatu hari ada seorang ibu menggendong anaknya lewat jalan itu. Dari kejauhan aku mengamati ibu itu. Aku penasaran karena ayam itu tidak mematuk dan menyerang si ibu. “Oh, rupanya ibu ini berjalan dengan tenang, makanya ayam itu tidak menyerangnya,” pikirku menganalisis. Keesokan harinya, aku mulai memberanikan diri lagi lewat jalan itu, mencoba melangkah tenang menirukan si ibu yang kemarin lewat. 

   Percaya tidak, aku berjalan sambil komat-kamit berdoa saking takutnya. Untuk berjaga-jaga, aku membawa alat penangkis serangan, yaitu payung. Kalau ayam itu macam-macam, akan kubuka payungku untuk melindungiku. 

   Aku mencoba berjalan tenang, walaupun jantung berdegup kencang. Sial, ayam itu seperti bisa membaca kepura-puraanku. Entah bagaimana awalnya, tiba-tiba saja tanpa ampun ayam itu mulai menyerang payungku secara bertubi-tubi! Ia seperti setengah terbang untuk mencari celah untuk mematukku. Menakutkan! 

   Aku benar-benar kewalahan. Dan akhirnya, aku menyerah kalah dengan berlari sekuat tenaga menuju pintu pagar dan berusaha menutupnya. Aku sungguh trauma. Duh, yam, apa salahku, sih…. 

   Pagi itu aku sudah mempersiapkan senjata lain, batu-batu kecil untuk melindungi diri. “Awas, ya, ayam, kalau macam-macam padaku, kulempar batu-batu ini,” Sekarang aku malah kejam. 

   Eh, mana si ayam kejam itu? Aku menoleh ke kanan kiri, tak tampak sosoknya yang gesit itu. Dan betapa terkejutnya saat melihat ayam itu ada di halaman rumah tetanggaku tergeletak lemas…mati. 

                                                          ***
Nah buat teman-teman yang mau kirim naskah juga, ini syaratnya : 
  • Tulisan sepanjang 3 halaman folio 
  • Font : Arial, Size: 12, Ketik 2 spasi 
  • Kirimkan ke email : kontak@femina.co.id 
  • Subyek : Rubrik Gado-gado_Judul Naskah 
  • Cantumkan nama, alamat, HP, nomor rekening dan NPWP kalau ada di akhir naskah 
  • Kirim dalam bentuk file *rtf (rich text formatting) di attachment (bukan dalam body email)
 Ok. Happy writing… ^^

0 comments:

Post a Comment