Suka Duka Jadi Guru Les

Sejak aku resign dari tempat kerja terakhirku di luar kota, aku kembali ke kampung halamanku-Blora untuk memulihkan kesehatanku. Dengan kondisi fisik yang lemah membuatku harus memikirkan cara mencari uang dengan bekerja sendiri di rumah karena bapakku sudah tidak bekerja. Dengan bermodal nekad, aku pun mendapat ide untuk menjadi guru les di rumahku sendiri. Tanpa latar pendidikan guru karena hanya tamatan SMU dengan danem alakadarnya. Bagiku yang penting aku bisa lulus. Akhirnya, aku memberanikan diri membuka bimbingan belajar yang kuberi nama Susan Bimbel. 

Segala sesuatu aku siapkan dari brosur, formulir pendaftaran, dan kartu pembayaran les. 

Awalnya aku mencari murid dari tetangga-tetangga sebelah rumahku dulu. Aku menawarkan jasaku secara door to door. Pernah juga ada tetanggaku yang membentakku karena tidak butuh les dan ia mengusirku dari rumahnya. Dengan hati yang kecewa namun tetap aku tetap berusaha mencari murid lagi yang lainnya. Bapakku menyuruhku untuk berdoa agar usahaku mencari murid dimudahkan. Setelah berjalan dan letih mencari murid aku hanya dapat 1 murid yaitu anak tetanggaku yang lain. Sebenarnya dia sudah pandai, tapi orangtuanya tetap mau mendaftarkan anaknya les di tempatku karena kasihan padaku. Selama 5 bulan muridku cuma 1 orang saja. Aku juga awalnya belum punya papan tulis jadi modalku benar-benar nekad, hanya pulpen dan buku. 

Lalu aku mencoba untuk mencari cara lain agar dapat murid dengan membagi brosur. Aku hanya punya waktu 2 jam untuk bisa keluar rumah, jadi kumanfaatkan saat aku “kuat” keluar rumah dengan dikawal bapakku aku sebar brosur ke sekolah-sekolah. Mungkin Anda bingung, kenapa hanya 2 jam? Di postingan saya sebelumnya tentang sakit saya beberapa tahun yang lalu disini membuat saya tidak kuat lama-lama di luar rumah. Kalau dulu setiap jam 2-7 malam aku muntah-muntah terus, kini setiap jam 2-6 sore itu adalah masa lemas-lemasnya saya, jadi sambil mengajar anak les, saya harus minum bubuk kedelai instan ini :
bubuk kedelai instan

untuk menahan lapar saya setiap sejam sekali. Jika murid baru saya tahu saya selalu membuat minuman ini sejam sekali mereka akan merasa aneh, tapi jika sudah tahu keadaan saya mereka pun maklum, saya minum sambil mengajar. Kadang ada orangtua murid yang bertanya latar belakang pendidikan saya yang hanya tamatan SMU apakah sanggup mengajar anaknya? Baginya guru les harus sarjana. Ya, tapi tidak semua orangtua seperti itu buktinya ada juga orangtua murid yang mau mendaftarkan les anaknya pda saya  walaupun saya bukan Sarjana. 

Saya suka jadi guru les karena selain jam kerjanya singkat, saya bisa mengatur waktu sesuai mau saya sendiri. Saya sudah tetapkan jadwal untuk mengajar. Meski di rumah tetapi tetap dapat penghasilan, cukuplah untuk makan. Meski murid saya tidak banyak, tapi saya bersyukur masih bisa mendapat uang dari hasil usaha saya sendiri. Dukanya jika ada anak les yang sulit jika ditagih uang les, dengan alasan lupa atau kadang ketika waktu nya harus bayar, eh malah ga datang, akibatnya mesti mundur lagi waktu pembayarannya. Hal yang sangat saya sesalkan adalah mereka datang hanya saat ada PR atau ujian semester. Ditambah lagi orangtuanya ikut-ikutan mendukung anaknya untuk tidak les dengan berbohong ada acara keluarga. Dengan begitu akan sulit memperhitungkan biayanya. Kalau mereka ga datang les ya saya ga dapat uang. Padahal yang namanya anak-anak sering ada rasa malasnya ketimbang rajinnya. Jadi penghasilan saya ditentukan oleh anak kecil? Sering harus menahan rasa kecewa ketika waktunya membayar, ada anak yang sengaja mempermainkan saya dengan kata lupanya itu, giliran minggu depannya lagi karena ga ada PR mereka ga datang. Hm, memang harus banyak sabar. Pernah juga saya tidak dibayar setelah sebulan masuk dan mereka main keluar saja ga bilang-bilang. Akhirnya saya tetapkan peraturan tegas, harus bayar dimuka, datang atau tidak datang itu resikonya, kecuali kalau memang libur panjang sekolah. Banyak anak les yang masuk keluar di tempat les saya. Ketika ada yang keluar ada yang masuk, pernah juga sebulan saya ga ada pemasukan sama sekali. Jadi saya mencoba memikirkan pekerjaan lain, yaitu menulis. Menulis pun sampe sekarang belum ada hasilnya. Saya sering ikut lomba blog dan lomba menulis lainnya namun memang mungkin belum rejeki. Saya berserah saja pada Tuhan, saya tidak mungkin kelaparan karena Tuhan memelihara hidup saya dan bapak. Saya berusaha menjalani hidup sehari-hari apa adanya saja. Yang penting saya bisa makan walau masih banyak pantangan dan bisa menulis membuat tutorial blog untuk ibu-ibu di komunitas menulis yang kuikuti. Hanya iseng-iseng sih. Jujur saya ini paling stress kalau disuruh jualan atau dagang barang. Jadi saya hanya bisa mengajar menjual jasa saja. Tapi diatas semuanya itu, saya sangat bersyukur dengan keterbatasan saya.

0 comments:

Post a Comment