Siapa sih di dunia ini yang ga pernah putus asa? Saya rasa semua orang pasti pernah mengalaminya termasuk saya. Banyak hal yang membuat kita putus asa dan inti dari timbulnya rasa itu adalah ketika apa yang sangat kita impikan/ inginkan/ idam-idamkan eh ternyata pupus atau gagal. Apa yang kita rencanakan tak seperti kenyataannya. Jika kita sedang sakit dan tak kunjung sembuh pun kita juga bisa dilanda keputusasaan.
Waktu saya sakit dulu, saya juga pernah putus asa dan nyaris ingin bunuh diri. Dimana waktu itu saya sedang aktif-aktifnya pelayanan di komisi pemuda gereja saya. Tahun 2006 adalah masa yang kelam dalam hidup saya. Saya merasa kehilangan masa remaja saya.
Bagaimana tidak? Saya tidak bisa lagi makan makanan yang saya suka dengan bebas. Saya kena agoraphobia, saya takut berada di keramaian, saya sering tidak menghadiri acara bersama teman-teman kantor saya karena masih muntah-muntah di kos. Buat teman-teman saya maafkan saya dulu saya tidak bisa datang ke acara pernikahan kalian, tidak ikut piknik kantor, dan makan-makan selepas jam kerja. Bukan karena saya tidak setia kawan, tapi mengingat kondisi fisik saya saya terpaksa tidak hadir.
Jika waktunya menjelang sore, saya hanya bisa terkapar di tempat tidur kos sendirian dan berjuang dengan muntah yang tak kunjung berhenti. Seharusnya kalau saya sehat saya bisa jalan-jalan bersama teman-teman saya. Saya merasa sangat lemah. Saat itu saya merasa tidak normal. Tidak seperti yang lainnya.
Saat seperti itu saya jadi ingat kisah Ayub. Ayub adalah umat Tuhan yang saleh. Ia sangat mengasihi Tuhan tapi kenapa ia malah sakit parah, tak hanya itu saja ia juga kehilangan harta bendanya, anak-anaknya meninggal dan istrinya mengutukinya. Saya tidak lebih baik daripada Ayub. Pantaskah saya protes kepada Tuhan?
Waktu itu yang bisa saya lakukan hanyalah berdoa dan menyerahkan seluruh hidup saya untuk Tuhan. Jika memang harus muntah ya saya tidak memberontak, saya sadari saya memang sedang mual dan ingin muntah. Kadang saya menangis, tapi saya tahu disaat saya sedang terpuruk sebenarnya Tuhan pun dekat dengan saya. Sesungguhnya penyakit kitalah yang ditanggungNya.
Banyak orang yang mengatakan kalau saya terlalu banyak pikiran hingga stress dan sakit. Saya akui saya orangnya keras, jika menginginkan sesuatu harus didapatkan, dan cenderung perfeksionis. Tapi keperfeksionisan saya tidak membuat saya jadi orang yang rileks, saya malah tertekan dengan keperfeksionisan saya. Jika saya mengikuti sebuah psikotest kedapatanlah kalau saya ini sangat stress. Dokter yang memeriksa saya bilang kalau saya adalah seorang pencemas sejati. Selalu hidup dalam kekuatiran.
Dampak dari apa yang saya cemaskan, hal-hal kecil yang saya cemaskan jadi terasa besar. Ketakutan saya lebih besar daripada kepercayaan saya akan pimpinan Tuhan. Hingga saya merasa Tuhan meninggalkan saya. Teman-teman saya meninggalkan saya. Bahkan waktu itu orangtua teman saya juga membenci saya, mereka tidak mengijinkan anaknya bergaul dengan saya yang sakit-sakitan. Saya diluar kota sendirian saat itu dan sangat bergantung kepada uluran tangan teman apalagi saat saya tak kuat beli makan sendiri keluar.
Saat saya sakit dan dirawat di rumah sakit, teman-teman saya mengira saya pura pura sakit dan menikmati liburan di HOTEL (hanya karena saat mereka menjenguk saya pas saya tidak sedang kumat muntahnya). Yang tahu benar keadaan saya adalah penjaga pasien di sebelah saya dan satu orang teman saya yang digerakkan Tuhan untuk tetap berada disamping saya meski dilarang oleh orangtuanya. Ternyata meski saya merasa sendiri Tuhan tidak membiarkan saya seorang diri.
Saya rasakan kesedihan yang mendalam, saat saya minum air putihpun muntah juga. perut saya muak terhadap segala macam makanan waktu itu. Saya bertanya Tuhan kenapa saya harus mengalami ini? Apakah di dunia ini hanya saya yang mengalami ini? Kenapa teman-teman yang saya tanyai tidak ada yang pernah mengalami apa yang saya alami? Itulah rentetan pertanyaan saya dulu waktu masih sakit. Pertanyaan itu terjawab setelah saya sembuh.
Ternyata banyak orang yang belum pernah saya temui yang sakit seperti yang saya alami. Tapi yang sangat saya sayangkan mereka hanya ingin sembuh tanpa melalui proses. Mereka mau cepat sembuh tapi tidak mau menjaga makan. Baru sembuh sebentar sudah nekad menerjang pantangan dan ketika kumat, bingung bagaimana cara mengatasinya. Bahkan saat saya sedang ada di sebuah grup penderita gerd, ada juga yang mungkin saking senangnya sembuh sebentar sudah pamer sama teman-temannya bisa makan pedas, dan beberapa hari kemudian kumat lagi dan ngeluh-ngeluh lagi.
Penyakit ini bisa datang kapan saja saat kita mulai stress lagi, saat kita salah makan, saat kita memiliki gaya hidup yang salah. Bagaimana cara mengatasi keputusasaan? Hanya dengan berdoa dan berserah kepada Tuhan kita bisa mengatasinya.
Saat kita berdoa, Tuhan akan memberikan kita semangat baru, kekuatan baru, dan kesembuhan sehingga kita tidak lagi mengingat-ingat apa yang telah terjadi. Kita manusia memang lemah dan Tuhan tahu itu. Oleh karena itu Tuhan pernah berfirman marilah kepadaku semua yang letih lesu dan berbeban berat. Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Serahkan bebanmu, biarkan Tuhan yang menggendongmu dan membawa menyelesaikan permasalahanmu.
Otak manusia terbatas, pikiran kita terbatas, hati kita terlalu kecil dan sesak jika harus memasukkan banyak masalah dan beban. Bersyukur, ikhlas, Tuhan tahu yang terbaik untuk kita. Saya sembuh karena saya mulai membuka hati saya untuk menerima firman TUhan setiap hari dan Tuhan membuka jalan kesembuhan untuk saya.
Saat begitu besar keinginanmu, jangan biarkan pikiran dan ambisimu menguasai dan menekanmu hingga stress. Ingat, orang yang sedang dalam depresi berat, tidak pernah bisa menikmati hidup dengan baik.
Masalah bukan untuk dipikirkan saja, tapi diatasi. Masalah tidak akan selesai hanya dengan dipikir. Memang sangat manusiawi jika kita berpikir, tapi jangan terlalu keras berpikir hingga menyiksa tubuh sendiri, itu maksud saya. Berpikir boleh tapi jangan mbatek.
Saat putus asa melanda detik itu juga berdoa dan berusahalah untuk melawan rasa itu dengan memasukkan hal-hal yang positif ke dalam pikiran kita, tetap bersyukur pasti ada hikmah dibalik semua kegagalan kita. Hati manusia memikir-mikirkan jalannya tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya.
Waktu saya sakit, ada seorang yang tidak saya kenal menelepon saya. Dan ia memotivasi saya setiap hari untuk melawan rasa rasa tidak nyaman yang menghantui pikiran saya. Dan ia berpesan kepada saya, “Suatu saat nanti kalau kamu sudah sembuh, kamu juga harus memotivasi orang lain juga.” Dan inilah yang sedang saya lakukan.
Hanya orang yang pernah menderita yang tahu bagaimana rasanya menderita. Berbahagialah engkau yang sakit karena engkau akan disembuhkan. Itu penghiburan dari Tuhan. Kuncinya berdoa, berusaha, bersabar, dan bayar harga. Hanya diri kita sendiri yang bisa menyembuhkan. Get well soon my all GERD friends… GBU