Kesempatan Yang Terlewatkan
Setelah keluar dari mini market, aku masih muntah setiap pagi tapi tak seperti waktu sekolah dulu. Muntah setelah gosok gigi di pagi hari. Tapi karena sudah jadi kebiaasaan aku tak mengangapnya lagi sebagai beban.
Salah satu teman gerejaku mengajakku pelayanan jadi guru sekolah minggu buat mengisi waktu luang. Aku pun menyanggupi meski masih muntah pagi. Aku percaya kalau kita melayani Tuhan dan menyenangkan hati Tuhan maka Tuhan akan memberkati dan memulihkan kita. Aku sangat bersemangat jadi guru sekolah minggu. Tadinya hanya bertugas mengabsen anak-anak, kemudian memimpin doa persembahan, dan tantangan berikutnya adalah mendongeng kisah Alkitab kepada anak-anak kecil.
Waktu itu aku menceritakan tentang Yunus yang dimakan ikan teri eh salah ikan paus. Hehe geli juga kalau inget itu, aku merasa Tuhan memberiku kekuatan dan keberanian saat mendongeng. Aku mulai suka berada di lingkungan anak-anak.
Setelah aku selesai dongeng, teman sepelayananku menawariku pekerjaan di kantornya.Wah berkat Tuhan. Ia bekerja di sebuah perusahaan distributor di kotaku. Perusahaan itu terbilang cukup bonafit dan besar. Kesejahteraan karyawannya sangat diutamakan. 3 bulan sekali dapat seragam baru dan ada mobil antar jemput karyawan. Wah pikirku enak juga ya bisa diterima kerja disana.
Aku pun membuat surat lamaran kerja dan datang ke kantornya. Pas mau berangkat melamarpun karena grogi muntahku ga berhenti-berhenti sampai mukaku pucat waktu hendak melamar. Sampai disana aku bertemu langsung dengan manajernya. Dia membuka dan membaca surat lamaranku tapi hanya sepintas lalu saja. Karena mungkin aku direkomendasikan temanku jadi nilai danemku yang jeblok tak digubrisnya. Wawancara pun berlangsung, saat dia menanyakan apa aku sudah pernah bekerja. Aku agak dilemma kalau menjawab bagian ini. Kalau aku bilang cuma kerja 2 bulan dan resign karena sakit apa yang ada di pikirannya? Oh aku penyakitan! Tapi kejujuran itu nomor 1 jadi aku jawab apa adanya saja. Dan aku dijadwalkan mengikuti tes masuk minggu depannya.
Waktu tes masuk, ada 10 orang pelamar yang datang. Mereka semua rata-rata S1 dan D3. Cuma aku yang lulusan SMA sendiri dengan danem minimalis. Dandanan mereka modis-modis, sangat pantas untuk mendapat point plus di dunia kerja, ga sepertiku yang culun. Aku berangkat tes dalam keadaan mual berat karena muntahku belum selesai tadi. Meski konsentrasinya agak terpecah, untunglah aku bisa menyisakan sedikit kekuatan untuk mengerjakan soal hitungan.
Beberapa hari kemudian, aku dipanggil lagi dan bosku bilang aku diterima karena nilai tesku mencapai 9.75. Tapi bosku yang perfeksionis itu bilang, jangan sombong dulu karena kamu bisa menyisihkan sarjana dalam tes ini. Buktinya kamu masih belum 100% betul semua. Masih ada yang salah berarti kamu orang nya tidak teliti. Mak jleb dibilang gitu. Tapi ya sudahlah apa saja kata bos aku terima.
Esok nya waktu aku masuk kerja. Lagi-lagi aku muntah sebelum berangkat. Ini benar-benar melelahkan. Karena terburu-buru aku lupa pakai sepatu. Jadi aku ke kantor pake sandal selop dan parahnya lagi itu hari pertama masuk kerja. Aku sangat kepayahan, nasi telur dadar yang kumakan pagi tadi rasanya sudah habis dicerna oleh asam lambungku yang over. Aku lapar padahal masih jam 9.30 pagi. Perutku sudah mulai perih dan aku harus segera ngemil agar tak pingsan.
Di ruangan itu ada 4 orang karyawan cewek semua. Mereka terlihat tidak bersahabat denganku mungkin karena aku anak baru dan dandananku agak kuno. Tapi aku tak memperdulikan mereka. Bosku masuk keruangan kami dan menegurku karena pakai sandal. Aku dibilang tidak sopan dan tidak disiplin. Setelah itu aku segera lari ke dalam toilet dan makan biscuit yang tadi kumasukkan ke dalam kantongku. Aku makan 3 keping biscuit itu cepat-cepat karena toiletnya sudah diketuk teman kerjaku. Aku agak kepayahan kalau harus makan lari ke luar dulu karena di tempat kerja ga boleh ngemil.
Diterima kerja bukannya senang malah stress. Suasana kerja yang ga nyaman membuatku makin sakit. Teman yang merekomendasikanku masuk ke sana ternyata berubah sikapnya padaku. Aku juga heran. Dia sok ga kenal padaku di sana. Bahkan saat dia pulang dan aku jalan kaki dia mengacuhkanku akhirnya aku numpang mobil kantor. Aku salah apa ya? Pulang kerja kepalaku pusing berat karena manteng di depan komputer tanpa istirahat. Aku harus menghafal kode-kode barang sebelum input ke dalam komputer. Kalau badan sehat sih ga masalah, kalau tubuh sakit meski ngetik komputer saja rasanya tak ada tenaga. Esok paginya aku bolos karena muntahnya sampe siang banget. Baru sehari kerja sudah sakit.
Barulah lusanya aku datang ke kantor lagi. Bosku marah-marah lagi. Dia tanya apakah aku kalau hari libur juga muntah? Aku bilang sama saja. Lalu Dia bilang lambungku bisa jebol kalau dipakai muntah-muntah melulu. Dia juga bilang, percuma pinter kalau penyakitan. Aku dikira tidak punya tanggungjawab. Lama-lama kurasakan bahwa aku memang belum siap kerja dengan kondisiku. Aku menyerah dan keluar dihari ketiga. Aku merasa bersalah, gagal dan merasa tidak berguna. Depresi melandaku lagi.
Padahal aku adalah harapan adikku dan bapakku. Adikku hendak masuk ke perguruan tinggi dan butuh biaya. Kalau aku keluar kerja adikku harus mencari biaya sendiri. Aku sedih sekali. Tapi untunglah ayah dan adikku menerima kondisiku dan tidak menyalahkanku. Aku tak berani memunculkan wajahku lagi di gereja, aku berhenti pelayanan sekolah minggu. Aku sangat malu dengan teman yang merekomendasikanku itu. Hubungan kami tidak baik. Aku telah melewatkan kesempatan yang bagus karena sakit-sakitan.
0 comments:
Post a Comment