Berawal dari Maag
Hai, hari ini aku mau cerita awal mula aku sakit dan hidupku berubah 180 derajat sejak itu. Aku merasa berbeda. Tidak seperti orang normal dan kurang bisa menikmati hidup. Kadang kita menjadi anak yang bandel dan mengabaikan pesan baik yang disampaikan orangtua kita. Dan ketika kita mengalami apa yang menjadi akibat dari ulah kita maka kita baru menyesal, seperti kisah saya berikut ini.
Sejak kecil bapakku selalu melarangku untuk hujan-hujanan apalagi dalam keadaan perut kosong, harus selalu membawa payung/ jas hujan kalau sudah mulai mendung. Jika hujan turun dan lupa membawa jas hujan maka harus berhenti sebentar dan berteduh sampai hujannya reda.
Mengapa beliau berkata demikian? Karena bapakku sangat mengenal kondisi fisikku yang lemah. Aku mudah masuk angin dan sakit. Ibuku selalu menyuruhku untuk rajin makan sayur. Sedangkan aku sangat tidak suka sayur sejak kecil. Aku lebih suka makan ayam dan makanan enak-enak lainnya.
Mengapa beliau berkata demikian? Karena bapakku sangat mengenal kondisi fisikku yang lemah. Aku mudah masuk angin dan sakit. Ibuku selalu menyuruhku untuk rajin makan sayur. Sedangkan aku sangat tidak suka sayur sejak kecil. Aku lebih suka makan ayam dan makanan enak-enak lainnya.
Mari kita flashback sebentar ke tahun 1999, beberapa bulan sejak ibuku meninggal dunia karena kanker telinga. Aku adalah penggemar mie instan sejak SD. Hampir setiap hari aku membuat mie instan versi jumbo. Rasanya aku sangat addict dengan mie ini karena enak dan praktis. Kesalahan terbesarku adalah dulu, aku lebih memilih makan mie instan dibanding makan sup buatan ibuku yang sudah susah susah dimasaknya (Kalau dipikir-pikir sekarang menyesal).
Pagi itu aku berangkat ke sekolah terburu-buru hingga tak sarapan pagi sebelumnya. Kukayuh sepedaku dengan cepat karena tiba-tiba awan mendung dan turunlah hujan yang sangat deras. Sampai di sekolah, bajuku basah kuyup . Segera aku lari ke kantin karena sudah sangat lapar. Aku memesan sepiring nasi pecel dan teh manis. Pada suapan pertama tiba-tiba perutku mual dan ingin muntah tapi kutahan. Jam pelajaran sudah akan dimulai, namun bajuku masih basah kuyup. Dan yang membuatku jadi tontonan yaitu aku lupa menarik resleting rokku karena terburu-buru berangkat. Hingga salah satu temanku memberitahukan hal itu kepadaku. Ups malu sekali.
Sejak aku kehujanan pagi itu, setiap pagi hari setelah bangun tidur aku selalu morning sickness. Ditambah lagi semenjak meninggalnya ibuku setiap pagi aku merasa berbeban berat. Aku dan adikku sangat bergantung pada ibuku. Masalah makanan tentunya. Kalau ada ibuku makanan selalu siap di meja makan dan tinggal makan aja. Kadang karena kelewat manja, sudah ada makanan pun ga mau ambil makan sendiri tapi minta diambilkan. Tapi sejak ibuku meninggal mau tak mau aku harus beli makan sendiri dan itu rupanya bisa bikin aku stress.
Karena terbiasa semua sudah siap di meja makan. Rasa malas bisa jadi stress. Karena stress muncul ketika kita tidak ingin melakukan sesuatu yang tak ingin kita lakukan dan itu membuat kita tertekan.
Aku masih duduk di bangku kelas 3 SMA. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, aku selalu muntah di pagi hari (karena stress) rasanya pengen cepet lulus. Aku sering bolos masuk sekolah karena muntah asam lambung berjam-jam. Anehnya muntahku berhenti setelah lewat jam 9 pagi setiap harinya. Siang harinya aku ke rumah temanku dan meminjam buku catatan sekolah. Aku masuk sekolah kalau ada ulangan/tes saja. Aku tidak pernah ikut upacara bendera karena tak kuat berdiri/ pas bolos.
Setiap hari adalah untung-untungan buatku. Kadang aku bisa menghentikan muntah sebelum jam 7 atau bahkan di sekolah masih muntah lagi. Kadang aku harus ikut ulangan susulan karena tidak bisa masuk pas ada ulangan.
Aku berobat puskesmas dan diberi antasida. Karena tak ada perubahan aku periksa ke dokter spesialis penyakit dalam dan dokter memberiku obat maag dan 6 macam obat penunjang lain namun tak kunjung sembuh. Aku tetap muntah karena stresku lebih kuat daripada keyakinanku akan obat yang bisa menyembuhkanku.
Yang paling menantang adalah saat ikut ujian akhir SMU. Aku harus bisa mengendalikan pikiranku supaya tidak muntah dan tak terlambat masuk sekolah. Untunglah aku lolos dan tidak terlambat saat itu. Tapi saat mengerjakan soal ujian tentunya aku tidak bisa berkonsentrasi penuh karena merasakan mual yang sangat di perutku. Akhirnya setelah berjuang dengan kelemahan diriku, aku pun lulus dengan nilai yang sangat kurang dan aku masih bergumul dengan muntah setiap bangun tidur.
0 comments:
Post a Comment