Semarang yang Tak Terlupakan
Boleh percaya atau tidak ketika aku merantau selama 5 tahun di Semarang, jujur baru 5 bulan terakhir aja aku bisa jalan-jalan keliling Semarang. Pasalnya dulu aku kuper sekali, tiap hari sepulang kerja langsung ngendon (mengurung diri) di kamar kos sampe besok kerja lagi baru keluar. Rugi banget ya hidup di kota besar tapi bagai katak dalam genuk (tempayan)? Aku tahunya Semarang itu cuma jalan dari kos ke kantor doang itupun cuma lewat jalan perumahan dan bukan jalan raya.
Aku pergi kalau ada yang ngajak aja. Misalnya pas ada acara pelayanan keluar kota atau pas pulang gereja diajak makan bareng-bareng rombongan naik mobil temen nah itu baru bisa keluar agak jauhan dikit. Kalau sehari-hari cuma naik mersi (alias mer-sikil bin mlampah/ jalan-red) karena ga punya brompit. Orang Semarang nyebut kendaraan / motor tu brompit.
Kalau menurut wikipedoi saya brompit itu berasal dari kata brom= suarane brombrom - knalpot dan pit itu = sepeda jadi kalau diasumsikan brompit itu artinya sepeda yang ada suara knalpotnya yah singkat kata motor aja yak susah bener :D (eits... this is just my opinion)
Kalau menurut wikipedoi saya brompit itu berasal dari kata brom= suarane brombrom - knalpot dan pit itu = sepeda jadi kalau diasumsikan brompit itu artinya sepeda yang ada suara knalpotnya yah singkat kata motor aja yak susah bener :D (eits... this is just my opinion)
Karena dulu pernah bolak-balik pindah kos dan agak jauhan dari kantor aku dipinjami sepeda oleh temanku. (Sepeda = asepe kagak ada) Lumayan juga tiap hari pp sejam naik sepeda dari kos sampe kantor. Lumayan ngerti jalan raya gitu.
Ya namanya juga anak kos. Biasanya tuh pada punya gandengan, kecuali aku. Kadang iri juga lihat si A pagi-pagi sebelum berangkat ke kantor udah dijemput ama yayangnya. Rajin bener ya? Kayaknya sudah jadi habits kalau tugas cowok itu anter jemput ceweknya. Sopir siaga kali. Siap antar jaga.
Dan setiap kali rasa iri itu muncul dalam hati, aku selalu jadi motivator pribadi (menghibur diriku sendiri). "Udah lah Susan. terimalah kenyataan. Rumput tetangga memang lebih hijau tapi walau bagaimanapun bersyukur aja karena halaman rumahmu sudah dipaving. Maksudnya disini, Tuhan itu lebih tahu kapan waktu yang tepat buat memberiku pasangan hidup.
Cowok di gerejaku rata-rata baik-baik dan itu kadang terkesan mengelabui perasaanku. Aku kadang ke Ge-eR an kalau ada yang baik sama aku. Ada yang tanya, “Udah makan belum?” atau “Yuk tak anter pulang.” Wah kalau 2 kalimat ini aja dilontarin ke aku , langsung kelepek – kelepek deh aku. Tapi kalau sekarang ada yang bilang gitu ke aku mah biasa aja kali. Malah eneg ah lagu lama.
Dasar ga pernah naik brompit plus ga bisa mengendarai motor sendiri. Jadi ritual naik brompit nih moment yang sangat berharga buat aku dan aku seneng aja kalau dianter pulang naik brompit.
Sampai pada suatu hari, ketika aku dalam keadaan terhimpit sakit penyakit malah dikasih teman yang mau anter aku kemana-mana naik brompit. Tapi sayangnya ga bisa menikmati masa indah dengan senang. Gimana ga sedih? Bisa pergi kemana-mana tapi bawaannya mual melulu kena gangguan pencernaan.
Seumur-umur itu pertama kalinya aku diboncengin brompit sama cowok (sahabat yang ga pernah bisa jadi cinta) dan tempat yang tak terlupakan adalah Tanjakan Café daerah Gombel Semarang. Dari sini aku bisa lihat pemandangan kota bawah. Aku menyebutnya lampu kota yang menawan. Letaknya di Jalan Setiabudi, 8 km dari Tugu Muda Semarang. Di sepanjang pinggiran taman tabanas banyak banget pasangan muda mudi yang pada pacaran disana. Kecuali aku :(Tempat itulah yang hingga kini jadi kenangan terindah seumur hidupku. Di café ini pertama kalinya aku makan bareng cowok. Dan menu makan yang kami pesan adalah seporsi pizza untuk berdua, sayangnya aku agak mual jadi yang ngabisin dia.
Setelah tempat itu barulah tempat-tempat lainnya kami kunjungi dalam kurun waktu 5 bulan itu. Memang hidup ini indah dan bisa dinikmati kalau kita dalam keadaan sehat ya. Terimakasih sahabatku karena telah membawaku ke tempat-tempat indah ini.
0 comments:
Post a Comment